Pengangguran di Indonesia adalah mereka yang berusia produktif (15 tahun hingga 64 tahun) yang masuk dalam kategori angkatan kerja dan siap bekerja, akan tetapi belum memiliki pekerjaan akibat berbagai faktor. Mulai dari tingkat persaingan yang tinggi sesama pekerja, hilangnya kesempatan karena masalah internal, terhambat oleh faktor usia, dan sebagainya.
Menurut data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik Indonesia, Tingkat Pengangguran Terbuka pada bulan Februari 2024 sebesar 4,82%, dengan penurunan 0,63% jika dibandingkan Februari 2023. Ini artinya dari 200 orang yang bekerja, terdapat 10 orang yang menganggur.
Selain itu, BPS juga mencatat bahwa hampir 10 juta anak-anak gen Z (penduduk kelahiran 1997-2012) berusia 15-24 tahun diketahui menganggur atau belum memiliki pekerjaan. Mereka pun dikategorikan sebagai Not Employment, Education, or Training (NEET).
Walaupun target penyerapan jumlah tenaga kerja mengalami kenaikan atau lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah pengangguran di Indonesia sekarang benar-benar perlu perhatian khusus agar dapat diselesaikan.
Untuk memahami karakteristik tersebut, kamu bisa membaca ringkasan singkatnya di bawah ini!
Bagaimana karakteristik pengangguran di Indonesia?
Dari karakteristik di atas diperoleh kesimpulan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia saat ini didominasi oleh usia produktif yang harus berjuang untuk mendapatkan kehidupan lebih layak karena berbagai masalah. Mulai dari riwayat pendidikan yang kurang mendukung, domisili tempat tinggal yang masih minim penyerapan tenaga kerjanya sehingga harus merantau, dan makin menurunnya minat anak-anak zaman sekarang untuk bekerja di sektor pertanian.
Masalah pengangguran di Indonesia sebenarnya cukup rumit dan kompleks mengingat pemicu dan faktornya yang beraneka ragam, sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan usaha terpadu sekaligus melihat akar masalah di lapangan.
Namun beberapa faktor berikut ini disebut-sebut menjadi penyebab terjadinya pengangguran di Indonesia:
Terjadinya inflasi dibarengi dengan tidak meningkatnya kesejahteraan buruh atau pun pekerja perusahaan dari segi upah/gaji, membuat masyarakat memilih untuk menabungkan uang mereka daripada menggunakannya untuk berbelanja.
Akibatnya perusahaan produsen yang memproduksi produk setiap hari mengalami kerugian akibat laba perusahaan yang menurun. Imbasnya, mereka harus merumahkan atau melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada karyawan.
Jika ini dilakukan oleh banyak produsen di Indonesia, baik skala kecil, menengah, maupun besar, maka jumlah pengangguran di dalam negeri pasti akan meningkat.
Keberadaan AI (Artificial Intelligence) rupanya menjadi ancaman baru bagi angkatan kerja di Indonesia yang sedang mencari pekerjaan. Pasalnya, saat ini sebagian perusahaan berusaha merampingkan beberapa divisi mereka menggunakan robot berteknologi AI yang dapat menggantikan pekerjaan manusia.
Bahkan robot tersebut dinilai mampu bekerja melampaui manusia karena dikenal lebih cepat, terprogram, dan pengunaan sumber dayanya lebih kecil sehingga pengeluaran perusahaan cenderung stabil. Walhasil, beberapa posisi atau jabatan kini makin berkurang seiring berkembangnya teknologi.
Penyebab tingkat pengangguran di Indonesia begitu tinggi salah satunya disebabkan oleh kriteria lowongan kerja yang dinilai cukup tinggi serta kurang masuk akal bagi para pencari kerja.
Misalnya saja seorang digital marketing harus menguasai 7-10 keahlian yang sebenarnya harus dikerjakan oleh beberapa profesional di bidangnya. Akibatnya, para fresh graduate yang baru ingin memasuki dunia kerja harus rela untuk mencari loker lainnya atau menganggur sambil menjemput peluang.
Kurangnya pengalaman dari sisi fresh graduate sebenarnya agak complicated dan pemerintah maupun pemilik usaha tidak dapat menyalahkan salah satu pihak saja.
Jika diingat kembali, mereka yang lulus di tahun 2023 dan 2024 merupakan mahasiswa yang melalui proses belajar secara online akibat pandemi covid-19. Akibatnya mereka harus mengalami pergantian fase dari daring ke praktik lapangan yang tentu saja memerlukan tekad kuat untuk beradaptasi.
Di sisi lain, hingga saat ini masih banyak perusahaan di Indonesia yang mengutamakan pekerja berpengalaman karena mereka enggan untuk memberikan training pada calon karyawan. Tentu saja kondisi seperti ini membuat fresh graduate merasa terasingkan meskipun mereka memiliki kriteria soft skill yang dibutuhkan di dunia kerja sekali pun.
Banyaknya jumlah pengangguran juga membuat tingkat persaingan di dunia kerja makin tak karuan karena satu orang harus berkompetisi dengan ratusan hingga ribuan kandidat, yang tentu saja tidak seimbang dengan jumlah penyerapan tenaga kerja perusahaan.
Menurut data statistik yang dirilis oleh BPS pada Mei 2024 menunjukkan bahwa hanya 12,67% dari total penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi (Diploma ke atas), sedangkan 20,55% merupakan tamatan SMA dan 36,54% berasal dari SD.
Hal ini menunjukkan bahwa tamatan Diploma atau Sarjana jumlahnya jauh lebih sedikit ketimbang lulusan SMA/SMK. Padahal syarat untuk melamar kerja saat ini kebanyakan S1 atau D3 dengan ketentuan berlaku.
Di waktu yang bersamaan biaya UKT atau uang kuliah diperkirakan akan mengalami kenaikan di masa depan, sehingga hanya kalangan tertentu yang dapat menempuh pendidikan tinggi yang berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran akibat ketatnya persaingan.
Selain lima faktor di atas, masih ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah pengangguran di Indonesia tinggi, seperti:
Bagi para fresh graduate yang sedang berjuang mencari kerja dan ingin upgrade diri, beberapa solusi ini mungkin bisa jadi pertimbangan.
Walaupun mungkin kamu hampir putus asa karena sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian atau kemampuanmu, akan tetapi percayalah bahwa masih banyak tersedia lapangan pekerjaan di luar sana, jadi jangan menyerah, ya.
Ikuti Kelas Online Kiat Membuat CV yang Optimal secara Gratis di Future Skills agar CV kamu dilirik Rekruter. Tunggu apa lagi? Daftar sekarang dan rasakan manfaatnya!
Referensi: